Masih Adakah Komisariat Adab Esok

Dalam sejarah perjuangannya, HMI Komisariat Adab adalah salah satu komisariat tertua dilingkup UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Hal tersebut sudah seharusnya memberiakan kematangan di segala lini. Dengan angka 45 bukanlah komisariat yang baru memulai merangkak dalam perjuangannya. Tetapi komisariat yang mewarisi dan meneruskan semangat ikhlas Abang- abang yang 45 tahun kebelakang memperjuangkan eksistensi komisariat ini. Sebagai pewaris sudah semsetinya mempercantik keadaan komisariat yang dulu mungkin belum sempat diwujudkan, ataupun memodifikasi komisariat sesuai dengan kondisi zaman, yang tetap berpegang teguh terhadap visi dan misi HMI itu sendiri.

Dalam konteks sekarang, ada dua plihan untuk komisariat Adab, tutup usia atau berjaya. Memperpanjang hidup untuk melawan keruntuhan, atau memperpanjang hidup untuk melihat keruntuhan. Perkembangan zaman yang pesat dengan segala kecanggihannya seharusnya juga diimbangi dengan semangat dari lubuk hati. Semangat berjuang, semangat mengabdi. Pembangunan fisik Komisariat juga harus dibarengi dengan perbaikan sikap mental, dan intelktual yang segar. Walaupun kuantitas adalah problematika yang sampai saat ini belum terpecahkan, dan seharusnya keadaan tersebut mampu ditutupi dengan kualitas. Sangat disayangkan juga bila otak- otak yang berkompeten tersebut harus hijrah dan berkarya diluar.

HMI adalah amanat yang harus terus dijaga dan dipelihara bersama kelangsungan hidupnya. Karena dengan itu kita dapat berbuat serta mengabdi kepada umat dan bangsa dalam rangka jihad fi sabillah. Karena itu, apa yang telah kita korbankan? Waktu, tenaga, ilmu, keterampilan, harta, atau apa saja itu. Dengan kondisi zaman yang semakin hedonis dan pragmatis, kita sebagai pewaris semangat perjuagan ini, harusalah melakukan otokritik tehadap diri kita pribadi dan Komisariat ini untuk perbaikan kedepannya.

Ada beberapa hal jika ingin Komisariat ini tetap ada. Yang pertama adalah menumbuhkan rasa memiliki. HMI Komisariat Adab adalah milik kita bersama, sehingga kesadaaran akan rasa memilki haruslah ditumbuhkan. Karena dengan rasa memilki maka kita akan banyak berbuat untuk Komisariat, tapi bukan berbuat untuk kepentingan pribadi. Kedua adalah memperbaiki suasana hati atau ghirah dalam ber- HMI. Iklim bekerja, berjuang, berprestasi dan berkarya perlu dibangun seluas mungkin. Artinya adanya keterbukaan iklim- iklim itu, agar siapa saja yang ingin berproses dengan iklim tersebut semakin luas. Tanpa dipungkiri kader adalah harta yang paling berharga bagi komisariat. Dan dengan keterbukaan itu memungkinkan adanya ketertarikan untuk berjuang bersama secara ikhlas. Tapi bukan dalam artian ria’ atau pamer. Ketiga adalah setiap unsur pemimpin di Komisariat harus pandai dalam merangkul sebanyak mungkin mereka yang ikhlas menyumbangkan yang dipunyainya untuk kemajuan Komisariat. Bukan menjahui dan memusuhi mereka, atau siapapun itu, haruslah diakomodir dan dirangkul. Dengan kerja tim atau proses pendampingan tadi, maka tujuan bersama akan dapat terlaksana dengan efektif.

Hal diatas adalah sedikit dari ribuan hal yang harus menjadi perhatian serius bagi komisariat. Tiga hal diatas jika itu dapat direalisasikan dan ketika nafas masih berhembus maka tidak akan pernah terjadi komisariat Adab tutup usia. Walapun juga ada kekhawatiran akan munculnya dualisme idologi yang menjadikan perpecahan di Komisariat, kemunduran, kehilangan tujuan dan terjebak dalam politik pragtis yang sangat merugikan. Dengan demikian kehidupan mendatang yang lebih kompleks membutuhkan langkah- langkah yang terprogram dengan realistis, dan fisioner. Semoga kita menjadi lebih arif dalam melihat dan memahami permasalahn di Komisariat ini.

Sekertaris Umum HMI Komisariat Adab Periode 2010-2011

Komisariat Sebagai Tonggak Pengkaderan

“Suatu kesungguhan yang disertai usaha yang teratur lagi berencana untuk mengubah suatu kondisi kepada kondisi yang lebih baik sebagaimana kita kehendaki menuju Keridhaan -Illahi”

Sudah 63 tahun lalu sejak berdiri sampai sekarang, HMI tidak henti- hentinya memberikan kontribusi baik itu materil, ataupun sumbangan pemikiran, untuk bangsa dan negara. Sehingga tidak heran bila banyak orang-orang hebat yang lahir dari rahim HMI. Ini membuktikan bahwa HMI belum akan tutup usia, tetapi akan selalu berkembang menjadi yang terbaik dan memberikan yang terbaik untuk konteks keislaman dan keindonesiaan. Dan berkembangnya HMI menjadi seperti apa yang telah dicita- citakan tidak akan pernah dapat terwujud tanpa adanya dukungan dari semua unsur, baik unsur- unsur yang ada di tubuh HMI sendiri, maupun unsur eksternal dari HMI.

Girah perjuangan untuk mewujudkan lima kualitas insan cita adalah hal yang harus ada dalam lingkup komisariat khususnya, karena keberadaan komisariat adalah sebagai pelopor, pembina, serta pengarah kader- kader baru untuk produksi pengetahuan sejak awalnya. Sehingga doktrin keislaman dan keindonesiaan yang ditanamkan kepada para kader sudah seharusnya menjadi landasan bagi kader- kader penerus yang memegang amanah baik itu di tingkatan Komisariat, Korkom, Cabang, Badko, atau bahkan PB sekalipun, nantinya.

Bila dilihat secara kasat mata pola atau siklus pengkaderan adalah rutinitas yang dilakukan oleh setiap komisariat yang tersebar di nusantara ini. Komisariat adalah ujung tombak pengkaderan, karena komisariatlah yang paling berperan terhadap pengakderan baik berupa siklus pengkaderan itu sendiri maupun pembinaan terhadap kader- kader baru, maksudnya disini bahwa komisariatlah yang berperan mendampingi kader serta menambah baik kualitas, maupun kuantitas kader, karena tidak ada kader yang langsung masuk ke cabang ataupun PB, akantetapi di komisariatlah dan dari komisariat dengan segala proses barulah beranjak keinstitusi yang lebih tinggi. Begitu juga dengan keberadaan Komisariat yang akan dibina oleh Korkom, Korkom yang merupakan kepanjagan tangan cabang juga semestinya dibina oleh Cabang, dan seterusnya sampai ke PB HMI.

Saling membutuhkan adalah sikap manusia yang tidak bisa di elakkan, begitu juga dengan keberadaan komisariat yang berusaha menempatkan perhatiannya secara penuh terhadap pengkaderan, yang sudah seharusnya mendapatkan perhatian yang serius juga dari abang- abang di tingkatan atas di kepengurusan HMI baik daerah, wilayah maupun nasional. Proses pendampingan dari unsur yang satu terhadap unsur yang lain adalah hal yang mutlak harus dilaksanakan karena tanpa adanya backup dari unsur yang lebih tinggi maka akan terjadi ketimpangan dalam roda organisasi tersebut, karena jagan dilupakan bahwa organisasi ini adalah organisasi pengkaderan, yaitu upaya untuk terciptanya cita- cita yang mula tersebut.

Proses kaderisasi harus lebih memungkinkan untuk melakukan produksi pengetahuan, penambahan dan pengelolaan pengetahuan tersebut. Karena banyak ide- ide cerdas, kreatif dan solutif lahir dari proses kaderisasi tersebut serta komisariat sebagai pusat pengetahuan sudah semestinya mengakomodir kebutuhan intelktualitas kader di berbagai bidang. Diskusi- diskusi kecil yang terpola memungkinkan juga untuk menempatkan komisariat sebagai pusat pengetahuan bagi kader. Kader yang dibina dan diarahkan pada pengelolaan pengetahuan mereka serta mereka dapat menekuninya sebagai dasar atau bekal pengetahuan dan keilmuan nantinnya. Hal tersebut berkaitan erat dengan keseriusan untuk merubah keadaan dan memaksimalkan komisariat sebagai tonggak pengkaderan, bukan hanya dari segi kuantitas tetapi dari segi kualitas yang terpenting. Peran sentral ketua umum yang seharusnya menjadi motivator dan panutan bagi setiap pengurus serta kadernya adalah seglumit dari proses perbuhan tersebut. Dan sudah seharusnya HMI mengkader serta mengakomodir kebutuhan para anggotanya yang nantinya dibutuhkan oleh rakyat, dan bangsa ini ketika para kader tersebut terjun di lapangan.  Sehingga pikiran yang cerdas, solutif, dan kreatif yang dibutuhkan oleh rakyat dapat di penuhi dan terwujud.

Keberadaan komisariat adalah gairah perjuangan yang sesungguhnya. Perjuangan yang sebenar- benarnya perjuangan, memperjuangkan kader, memperjuangkan keberadaan komisariat, dan eksistensi HMI itu sendiri, yang sangat renta dengan virus kemalasan dan kebodohan. Apalagi di zaman yang tak tentu arah ini sangat mendukung sekali untuk bermalas- malasan, acuh-tak acuh (apatis), dan lain sebagainya. Tetapi berangkat dari kegelisahan itulah mari kita bagun suatu generasi yang tangguh, dan peka. Generasi yang mampu membawa kepada kejayaan Islam, dan kejayaan Indonesia tercinta ini. Sudah waktunya untuk berdiri memulai, membangun, bersatu dan lawan. Karena keringat yang tercecer adalah bukti semangat yang belum pernah akan padam. YAKUSA..


*Khairi Firzany – Pengurus Bidang Kekaryaan HMI Komisariat Adab periode 2009-2010.